Langsung ke konten utama

Perjuangan Menjadi Kakak

Menjadi yang pertama tidak selamanya menyenangkan. Mungkin di banyak kondisi, banyak orang yang berkompetensi mati-matian untuk meraih urutan pertama, bahkan ada pula yang 'nekat' menghalalkan segala cara untuk mencapai posisi tersebut. Dalam sebuah olimpiade, peserta yang mendapat posisi pertama tentu akan merasa bangga dengan pencapaiannya, begitu pula dalam sebuah hubungan, siapapun tidak ingin menjadi yang kedua, pasti ingin dinomorsatukan oleh pasangannya. Namun hal ini sedikit berbeda jika mengaitkan angka 'pertama' dengan urutan bersaudara dalam keluarga. Jika kamu menjadi anak pertama atau biasa disebut 'sulung', ini bukanlah hal yang mudah untuk dijalani.

Dilihat dari sistem sosial dan tradisi yang berlaku selama ini di masyarakat kita, anak pertama memiliki peran dan tanggung jawab yang cenderung besar dibanding dengan saudara-saudara lainnya dalam keluarga. Mengapa demikian? Anak pertama adalah gambaran keberhasilan orang tua dalam mendidik anak, oleh karena itu, para orang tua seringkali memiliki standar dan harapan yang begitu tinggi untuk anak sulungnya. Itu pula yang saya rasakan sebagai anak pertama. Sebagai anak pertama dan seorang kakak, acapkali saya dikontrol begitu ketat oleh orang tua saya, orang tua saya bukanlah orang yang menjunjung demokrasi dan modernisasi, namun lebih menjunjung tinggi tradisi yang mereka anut. Sebagai keturunan Jawa, banyak sekali tradisi Jawa yang saya rasakan dalam didikan orang tua saya, itulah yang seringkali menghambat saya untuk berinovasi dan mengembangkan diri, memang dengan begitu disiplinnya didikan orang tua saya menjadikan saya orang yang selalu berada dalam jalur. Namun, sering saya rasakan dilema dalam pikiran saya, karena saya ingin menjadi sesuatu yang berbeda, berkreasi seperti yang saya inginkan, berinovasi untuk menyalurkan aspirasi dan imajinasi saya, dan menjadi sesuatu yang sesuai dengan hati nurani saya.

Dalam pendidikan, orang tua saya turut memiliki andil yang besar untuk memilih jurusan atau ilmu apa yang harus saya tempuh. Ketika duduk di bangku SMA, jiwa dan kemampuan saya sesungguhnya sesungguhnya sangat lah tepat jika berada di jurusan IPS. Namun orang tua saya mendikte saya untuk memilih jurusan IPA, dengan alasan jurusan IPA lebih memiliki masa depan yang cerah ketika saya melanjutkan pendidikan atau bekerja nantinya. Dalam perjalanan SMA saya, saya mengalami kesulitan dalam mengikuti mata pelajaran eksak, namun di mata pelajaran bahasa dan umum saya selalu meraih nilai yang tinggi di banding teman-teman saya, mungkin itu bisa dijadikan indikator jika saya memang tidak cocok di urusan hitung-menghitung.


Setelah lulus dari SMA, saya mulai mencoba keluar dari genggaman orang tua saya yang begitu erat menentukan pilihan di hidup saya, saya mulai memperjuangkan apa yang saya mau, dan akan menjadi apa saya nantinya, dengan usaha yang tidak mudah, saya menjelaskan keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan di ilmu komunikasi, walaupun awalnya mereka menolak, namun akhirnya menerima namun dengan syarat nilai saya harus di atas rata-rata, dengan minimal mendapatkan 3 IPK teratas di angkatan saya.
 


Dengan tekad penuh, saya buktikan kepada orang tua saya untuk mencapai itu. Dengan izin Allah, di kelulusan Strata 1, saya berhasil mendapatkan IPK tertinggi ke-dua di fakultas saya, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila. Semenjak kelulusan, saya mulai berani mengejar satu per satu mimpi saya, yang semuanya tak lain hanya untuk membuat orang tua saya bangga dengan anak pertama-nya, juga tuk membuat bangga dan menjadi teladan untuk adik saya satu-satunya, yang 10 tahun lebih muda dari saya.



Setiap langkah dan usaha yang saya tempuh, selalu saya imbangi dengan untaian doa,  semoga harapan saya untuk senantiasa selalu membuat orangtua saya 'tersenyum' dimudahkan oleh Allah SWT. Aamiin...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Spot Foto Instagramable dan Aesthetic di Malaysia, Dijamin Bikin IG Kamu Kebanjiran Likes!

Christ Church, Melaka (Photo Credit: 100resilientcities.org) Aktivitas dan pengaruh media sosial yang begitu besar saat ini sudah menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Sehari saja, tak mengecek medsos itu rasanya hampa, ada yang kurang.  Ibarat pepatah kata, seperti sayur tanpa garam, sepatu tanpa tali, tangan tanpa jam, atau bibir tanpa lipstik. Pokoknya ga bisa engga... ketergantungan... Semua orang asyik dengan kehidupannya di dunia maya, mulai dari bangun tidur, perjalanan sekolah/ kerja, bahkan ketika sedang sibuk-sibuknya di kantor/ kampus pun masih menyempatkan untuk cek media sosial. Ada yang hanya sekedar melihat aktivitas temannya, ada yang sibuk saling berkomentar, ada pula yang selalu memposting apa pun yang mereka lakukan di medsos mereka. Dan... tampaknya saat ini instagram menduduki posisi teratas dalam kategori jumlah pengguna media sosial paling aktif di dunia. Seperti yang kita ketahui, instagram adalah sebuah platform media sosial berbasis photo ...

Curahan Hati Anak Kereta

Saya 'CEKER' (re:cewek kereta)? Yap, bisa dibilang seperti itu, 11 tahun lamanya saya telah terbiasa menggunakan jasa  KRL (kereta listrik), moda transportasi umum super cepat dan murah meriah di kawasan Ibukota dan sekitarnya. Mengapa bisa saya katakan seperti itu? Bagaimana tidak, dengan bermodal membawa uang Rp. 1.500,- pada era tahun 2000-an, KRL mengantar saya dari Stasiun Awal saya naik, Stasiun Bojonggede hingga Stasiun Lenteng Agung, hanya dalam waktu 20 menit. Jika dihitung, jarak antara Stasiun Bojonggede ke Stasiun Lenteng Agung mencapai 25 KM, dan jika ditempuh menggunakan kendaraan bermotor perlu waktu 45 hingga 60 menit. Jadi tidak berlebihan bukan jika saya menyebut KRL sebagai pilihan tranportasi super cepat dan murah meriah. Begitu banyak yang sudah saya rasakan selama kurun waktu tersebut, mulai dari berhimpit-himpitan dengan gerobak mini dorong milik tukang tahu dan "genk-nya", berdiri terpojok di sudut gerbong dengan hanya 1 kaki menapak karena a...

Ku mau kita seabad.

6 Mei 2018, Inilah awal dari perjalanan panjang kami. 2 tahun bersama, Akhirnya ku putuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Pertunangan. Ya, inilah pertama kalinya aku bisa berkomitmen untuk masuk ke tahap serius bersama orang yang aku percaya dia akan menjadi imam yang baik untukku. Ku terima lamarannya dengan penuh keyakinan hati di depan kedua orang tuaku . Aditya Kurniawan. Sosok pria sederhana yang sukses membuatku jatuh hati. Senyumnya yang selalu tersimpul tulus, dan tutur katanya yang penuh kelembutan membuatku begitu terpukau padanya. Dia juga guru yang baik, selalu mengajarkanku kebaikan dan tentu menjadikanku semakin lebih baik. Aku sungguh berterima kasih pada Tuhan. Dia begitu menjawab doaku dengan cepat. Dia mempertemukan kami di tempat dan waktu yang sangat tidak disangka-sangka. Kini... Kami akan berjanji untuk selalu mendampingi menghadapi segala sesuatunya bersama. Menemani di kala suka dan duka. Dan selalu setia hingga maut mem...